VI. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014)
1. Airbus A330-300 Garuda Indonesia
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kerap menggunakan pesawat Airbus A330-300 yang disewa dari maskapai Garuda Indonesia.
2. Boeing 737 Garuda Indonesia. Untuk perjalanan di dalam negeri atau
regional, Presiden yang kerap dipanggil SBY ini menggunakan Boeing 737
yang juga disewa dari Garuda Indonesia. Dimensi dan kapasitas pesawat
ini memang lebih kecil daripada Airbus A330.
VII. Pesawat Kepresidenan periode 2014-2019 dan selanjutnya
Pada era Presiden SBY sebenarnya sudah menyiapkan sebuah pesawat khusus
Boeing 737 BBJ (Boeing Business Jet) yang dibeli Pemerintah RI.
Pemerintahan SBY beralasan bahwa sudah saatnya Presiden RI mempunyai
sebuah pesawat khusus yang tidak perlu menyewa lagi.
Sejak tahun 2010, Pemerintah Republik Indonesia sudah memulai melakukan pemesanan pesawat khusus ini.
Pilihan dijatuhkan pada Boeing Business Jet 2 (BBJ2), sebuah pesawat
yang mengambil basis dari Boeing 737-800 yang dikembangkan lebih lanjut
oleh Boeing dan General Electric (GE).
Dari luar tampilan pesawat BBJ2 terlihat sama saja dengan Boeing 737-800 biasa. Namun jangan tanya kecanggihan dan kemewahannya.
Standar keamanan dan kenyamanan pesawat baru ini pun dibuat layak untuk seorang presiden.
Pesawat akan dimiliki oleh Sekretariat Negara RI dan operasional serta
perawatannya akan diserahkan kepada TNI AU. Pesawat ini rencananya tahun
2014 sudah jadi dan siap operasional.
Detail Pesawat Kepresidenan Indonesia 2014
Sejak tiba di Base Operations (Base Ops) Landasan Udara (Lanud) Halim
Perdanakusuma, Jakarta Timur pada Kamis (10/4/2014), sosok pesawat
Kepresidenan RI jenis Boeing Business Jet 2 (BBJ2) membuat takjub para
tamu undangan acara serah terima yang langsung dihadiri dari pihak
Boeing. Sebab sejak 69 tahun merdeka, ini merupakan kali pertama
Indonesia punya pesawat khusus kepresidenan RI.
Spesifikasi pesawat Boeing 737-800 jenis Boeing Business Jet 2 (BBJ-2) untuk presiden RI 2014 :
Quote:
Spesifikasi pesawat kepresidenan RI :
Jenis/tipe pesawat : Boeing Business Jet 2 (BBJ2)
Daya tampung maksimal : 70 penumpang
Jarak terbang maksimal : 10.334 kilometer selama 10-12 jam
Kecepatan maksimal : 871 kilometer per jam
Panjang : 39,5 meter,
Rentang sayap : 35,8 meter
Tinggi : 12,5 meter
Ketinggian terbang maksimum : 41.000 kaki atau sekitar 12.300 meter
|
Interior:
Pesawat
BBJ2 dirancang untuk memuat 4 VVIP class meeting room, 2 VVIP class
state room, 12 executive area, dan 44 staff area. Interior pesawat
dirancang untuk dapat mengakomodasi hingga 67 orang penumpang. Jumlah
itu disebut cukup untuk sebuah rombongan presiden.
BBJ2 memiliki ruang interior yang berukuran 25 persen lebih lega
dibanding versi biasa. Hal ini dikarenakan panjang pesawat di-stretch
19,2 feet atau sekitar 5,7 meter lebih panjang.
Kokpit:
Kokpit
pesawat kepresidenan RI ini dilengkap dengan sistem avionik canggih
seperti double FMS (flight management system), sistem komunikasi
Rockwell Collins Series 900 VHF comm/nav ganda dengan DME (distance
measuring equipment), HF comms, ADF (automatic direction finder), GPS
(global positioning system), MLS (microwave landing system) serta radar
cuaca tipe WXR-700X.
Sistim Keamanan:
Pesawat kepresidenan RI ini juga memiliki sistem keamanan dan komunikasi
canggih. Meskipun tidak dijelaskan secara spesifik, pesawat RI-1 ini
dilengkapi sensor dan radar warning untuk mendeteksi ancaman rudal yang
mendekat. Memang, pesawat ini tidak dilengkapi kemampuan antirudal, tapi
setidaknya pilot bisa mengambil langkah yang diperlukan untuk
menghindarkan pesawat dari terjangannya.
Kemampuan terbang:
Pesawat ini ditenagai dua mesin turbofan General Electric/Snecma (CFMI)
CFM56-7 yang masing-masing memiliki power 27.300 lbs dan mampu membuat
pesawat terbang sejauh 10.334 kilometer atau sekitar 12 jam. Kemampuan
ini didapat berkat adanya 9 tangki bahan bakar tambahan yang memuat
total 39.554 liter avtur.
BBJ2 mampu terbang dengan ketinggian maksimal 41.000 feet, mampu terbang
selama 10 jam, memiliki kecepatan jelajah maksimum 0,785 mach dan
kecepatan maksimum 0,85 mach. Pesawat juga dilengkapi dengan perangkat
keamanan dan tangki bahan bakar telah ditambah untuk daya jangkau sampai
dengan 10.000 kilometer.
Dengan kemampuan itu, pesawat ini lebih dari cukup untuk menjangkau
seluruh pelosok Tanah Air dan tugas kepresidenan di negara sahabat.
Pesawat seri 737-800 ini juga merupakan jenis yang sama yang digunakan
maskapai penerbangan pelat merah, Garuda Indonesia.
Interior pesawat kepresidenan RI, satu buah kursi Pesawat Presiden seharga bangun dua gedung Sekolah Dasar.
Pembelian interior pesawat dinilai berlebihan senilai Rp 243 miliar.
Juga harga satu kursi yang menyamai biaya pembangunan dua sekolah dasar.
Koordinator LSM Bendera, Mustar Bonaventura, mengungkapkan keresahannya
soal harga kursi yang dibayarkan pemerintah untuk mempercantik pesawat
kepresidenan di Jakarta, Minggu, (26/2/2012).
“Jadi jika diasumsikan ada 100 kursi di dalam pesawat maka harga
rata-rata tiap kursi senilai Rp 2 miliar. Sementara Rp 43 miliar lainnya
untuk tempat tidur, wc, meja, televisi, dapur, tangga dan lain-lain.
Harga kursi Rp 2 miliar itu setara dengan membuat 2 SD permanen dengan 6
ruang kelas, satu ruang guru, satu ruang kepala sekolah dan satu
lapangan voli atau Badminton,” bebernya.
Mustar Bonaventura merinci jika satu kelas rata-rata berisi 40 siswa
maka setiap SD bisa menyekolahkan 240 siswa. Tapi jika kegiatan sekolah
dibuat dua kali dalam satu hari yaitu pagi dan siang maka tiap SD bisa
menampung 480 siswa atau 960 siswa untuk 2 SD.
“Dengan demikian jika seluruh biaya kursi itu di gunakan untuk membangun
SD maka ada 9.600 anak yang bisa bersekolah. Jika tiap bangunan
bertahan rata-rata 10 tahun maka dengan harga 100 kursi pesawat Presiden
bisa menyekolahkan 96.000 siswa,” paparnya.
Kapan Pemerintah Akan Kembali Hidupkan dan Kembali Mendukung IPTN?
Indonesia sendiri sebenarnya memiliki kemampuan untuk membuat pesawat di
era Menristek BJ. Habibie. Mengapa kini “mati”? Penyebabnya adalah IMF
(International Monetary Fund).
Menurut Habibie, saat itu Suharto meneken tandatangan untuk mematikan
IPTN, sedangkan Habibie tak diikutsertakan pada perjanjian tersebut.
Lalu IPTN dan perusahaan dibawahnya harus ditutup karena “mengalami
kerugian akibat hutang”.
Habibie menolak rencana itu, “Yang mengalami hutang adalah swasta, bukan
BUMN,” jelas Habibie. Akhirnya semua terkuak bahwa pembubaran IPTN atas
tekanan dari IMF. (lihat video kesaksian Habibie dibawah halaman atau
klik untuk melihat videonya disini)
Saat itu Habibie telah membuat beberapa assembly pesawat komersil
kebanggaan Indonesia melalui PT. Nurtanio, yaitu pesawat tipe N-250 yang
dinamai “Gatot Kaca” dan telah terbang pada tanggal 10 Agustus 1995,
untuk memperingati 50 tahun kemerdekaan Indonesia.
Assembly telah dibuat di Mobile, AS dan Stuttgart, Jerman. Sekitar 80%
pesawat telah mengudara. Sejak awal berdiri memiliki “hanya” 250 orang
karyawan saja dan telah menguntungkan negara sebesar 10 billion dollar
AS! Akhirnya IPTN justru ditutup pada saat beberapa perusahaan pesawat
dunia justru ambruk bahkan di “bill out” oleh pemerintahnya.